Kisruh di Kementerian HAM: Massa Jebol Pagar Demi Audiensi dengan Pigai
Suasana di depan Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mendadak memanas pada Selasa siang (3/6), setelah ratusan massa aksi yang tergabung dalam sebuah aliansi masyarakat adat dan sipil mendesak untuk bertemu langsung dengan tokoh hak asasi manusia, Natalius Pigai. Desakan yang semula berlangsung damai berubah ricuh ketika massa menerobos pagar depan kantor hingga menyebabkan kerusakan.
Tuntut Keadilan, Massa Bergerak
Massa yang datang dari berbagai daerah membawa spanduk, poster, dan seruan moral untuk mendorong penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang menurut mereka belum mendapat kejelasan. Aksi ini ditujukan sebagai bentuk kekecewaan atas lambatnya respons pemerintah terhadap sejumlah laporan masyarakat, terutama yang menyangkut tanah adat dan konflik horizontal.
“Sudah berkali-kali kami bersurat, tapi tak pernah ada tanggapan serius. Kami ingin bicara langsung dengan Bapak Pigai, bukan hanya janji-janji,” teriak salah satu orator dari atas mobil komando.
Pagar Jebol, Ketegangan Meningkat
Aksi berubah menjadi kisruh ketika sebagian massa mendorong pagar utama gedung Kemenkumham hingga roboh. Petugas keamanan dalam dan kepolisian yang berjaga tampak kewalahan menghalau desakan massa yang mulai masuk ke halaman gedung.
Meski terjadi ketegangan, situasi tidak berkembang menjadi bentrokan fisik. Aparat keamanan memilih menahan diri dan melakukan negosiasi untuk meredakan amarah massa.
“Kami mengutamakan pendekatan persuasif. Jangan sampai ada korban. Tuntutan warga tetap kami tampung,” ujar salah satu petugas keamanan yang enggan disebut namanya.
Natalius Pigai Merespons
Tak berselang lama setelah insiden pagar jebol, Natalius Pigai akhirnya muncul dan menemui perwakilan demonstran. Dalam pertemuan singkat itu, Pigai menyampaikan komitmennya untuk menyuarakan aspirasi masyarakat kepada pihak-pihak terkait, serta mendorong penyelesaian berbagai aduan secara transparan dan adil.
“Saya mendengar dan memahami kekecewaan kalian. Tapi perjuangan harus tetap dalam koridor hukum. Saya akan bantu kawal, tapi kita juga harus jaga ketertiban,” kata Pigai dengan nada tegas namun menenangkan.
Respons Pigai disambut hangat oleh massa, meski beberapa tetap meminta agar jadwal audiensi lanjutan segera ditetapkan dengan pejabat kementerian lainnya.
Evaluasi Pengamanan dan Jalur Komunikasi
Peristiwa ini mendorong sorotan terhadap mekanisme pengamanan kantor kementerian dan efektivitas saluran komunikasi publik. Banyak pihak menilai bahwa jika jalur komunikasi lebih terbuka dan aspirasi cepat ditanggapi, insiden seperti ini bisa dihindari.
“Ini bukan hanya soal pagar jebol, tapi juga soal pagar komunikasi yang rapuh antara rakyat dan lembaga negara,” ujar Dimas, aktivis HAM dari Jakarta Legal Aid.
Insiden di Kemenkumham menjadi pengingat bahwa aspirasi masyarakat tidak bisa terus diabaikan. Ketika saluran resmi tertutup, jalanan menjadi panggung. Diperlukan keterbukaan, empati, dan respons cepat dari pejabat publik agar kisruh serupa tidak terus terulang. Natalius Pigai, dengan pendekatan humanisnya, memberi contoh bahwa dialog tetap menjadi jembatan paling damai untuk merawat demokrasi.