Tunggakan AS Bikin PBB Kritis: PHK Massal di Depan Mata
Organisasi terbesar di dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kini berada di ambang krisis finansial. Penyebab utamanya: Amerika Serikat, sebagai kontributor terbesar anggaran PBB, menunggak pembayaran dalam jumlah yang signifikan. Situasi ini memaksa lembaga global tersebut mempertimbangkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal sebagai langkah darurat demi menjaga keberlangsungan operasionalnya.
Kontributor Terbesar, Tapi Menunggak
Amerika Serikat, berdasarkan skema pendanaan PBB, menyumbang sekitar 22% dari total anggaran operasional reguler dan lebih dari 25% untuk operasi pemeliharaan perdamaian. Namun dalam beberapa tahun terakhir, tunggakan pembayaran Washington terus membesar. Alasan politik domestik, pergeseran prioritas anggaran, serta ketegangan antara pemerintahan AS dan lembaga multilateral diduga menjadi faktor utama keterlambatan ini.
Menurut laporan internal dari Sekretariat PBB, tunggakan AS mencapai ratusan juta dolar AS pada pertengahan tahun ini. Jumlah tersebut telah memengaruhi kestabilan kas organisasi dan menghambat sejumlah program kemanusiaan dan pembangunan di berbagai negara berkembang.
Ancaman PHK dan Pembekuan Program
Dengan semakin menipisnya anggaran yang tersedia, PBB mengaku tak punya banyak pilihan selain merancang skenario pemotongan biaya operasional secara besar-besaran. Salah satu langkah ekstrem yang kini sedang dipertimbangkan adalah PHK massal terhadap staf internal, baik di markas besar New York maupun di kantor-kantor regional di seluruh dunia.
“Kami tidak bisa menjalankan misi global jika dana tidak mengalir seperti yang dijanjikan,” ujar seorang pejabat senior PBB yang enggan disebut namanya.
Selain PHK, berbagai program PBB yang menyentuh kehidupan jutaan orang—seperti bantuan pangan, pendidikan, dan kesehatan—juga terancam dihentikan sementara. Ini menjadi ironi besar, mengingat PBB dibentuk untuk menjamin perdamaian dan kesejahteraan global, tetapi justru kini terpuruk akibat ketergantungan pada segelintir negara donor.
Reaksi Dunia Internasional: Teguran dan Kekhawatiran
Sejumlah negara anggota lainnya menyuarakan keprihatinan mereka. Mereka menilai bahwa sebagai pendiri dan penyumbang utama, AS seharusnya menjadi contoh dalam menghormati komitmen finansial kepada lembaga multilateral. Kegagalan AS dalam memenuhi tanggung jawabnya dikhawatirkan akan membuka jalan bagi krisis kepercayaan dan melemahkan semangat kolektif PBB.
“Jika AS tidak membayar, bagaimana dengan negara berkembang yang jauh lebih terbatas secara fiskal?” tanya seorang diplomat dari Afrika.
Beberapa negara bahkan mendorong agar sistem pendanaan PBB direformasi agar tidak terlalu bergantung pada negara tertentu. Skema berbasis solidaritas atau pajak global menjadi salah satu alternatif yang sedang dikaji.
PBB di Persimpangan Jalan
Kondisi keuangan yang memburuk ini menjadi refleksi dari tantangan lebih besar yang dihadapi PBB: bagaimana mempertahankan relevansi dan efektivitasnya di tengah dunia yang semakin multipolar dan penuh tekanan geopolitik. Di satu sisi, PBB dituntut hadir dalam setiap krisis global, dari perang hingga bencana alam. Namun di sisi lain, organisasi ini sering kali dibebani dengan keterbatasan dana dan kendala politik dari negara-negara anggotanya.
Jika situasi ini terus dibiarkan, tak menutup kemungkinan PBB akan mengalami penurunan daya fungsi secara sistemik—bukan karena kekurangan visi, tetapi karena minimnya dukungan nyata dari negara-negara yang selama ini menjadi tulang punggung pendanaannya.
Saatnya Dunia Bertindak
Krisis keuangan yang tengah dihadapi PBB bukan sekadar soal anggaran, melainkan cerminan dari lemahnya komitmen global terhadap kerja sama multilateral. Dunia kini dihadapkan pada pilihan: memperkuat kembali fondasi PBB dengan dukungan nyata, atau membiarkannya runtuh perlahan karena abai pada tanggung jawab bersama.
Langkah Amerika Serikat ke depan akan menjadi ujian penting—bukan hanya bagi masa depan PBB, tetapi juga bagi kredibilitas dan kepemimpinannya di panggung dunia.