Zero ODOL Tuai Penolakan: Sopir Truk Blokade Jalan Ahmad Yani dan Lalu Lintas Lumpuh
Penerapan kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Load) kembali memicu gejolak. Puluhan sopir truk melakukan aksi protes besar-besaran dengan cara memblokade Jalan Ahmad Yani, salah satu jalur utama Kota Surabaya, pada Selasa pagi (19/6). Akibat aksi tersebut, arus lalu lintas lumpuh total selama beberapa jam, memicu kemacetan parah hingga ke sejumlah ruas jalan penghubung.
Aksi ini menjadi puncak dari ketegangan antara pemerintah dan para pelaku transportasi logistik, khususnya sopir truk yang merasa aturan Zero ODOL tidak berpihak pada nasib mereka.
Mengapa Sopir Truk Menolak Zero ODOL?
Zero ODOL merupakan kebijakan Kementerian Perhubungan yang menargetkan penghapusan seluruh kendaraan dengan dimensi dan muatan berlebih dari jalan raya nasional. Aturan ini bertujuan meningkatkan keselamatan, mengurangi kerusakan infrastruktur, dan memastikan kendaraan sesuai standar teknis.
Namun di lapangan, para sopir menilai aturan tersebut menekan penghasilan, mengurangi jumlah muatan yang bisa diangkut, serta tidak diimbangi dengan solusi yang berpihak pada mereka. Selain itu, banyak truk yang dimodifikasi sudah bertahun-tahun beroperasi dan menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.
“Kalau Zero ODOL dijalankan sepenuhnya, kami kehilangan pekerjaan. Truk kami dianggap tidak layak, padahal selama ini tidak pernah bermasalah,” ujar Hendro, salah satu koordinator aksi.
Blokade yang Melumpuhkan Kota
Aksi dilakukan sejak pukul 06.00 pagi, ketika puluhan truk sengaja dihentikan di tengah ruas Jalan Ahmad Yani. Posisi kendaraan yang berjejer dari sisi selatan hingga dekat Bundaran Waru menyebabkan kemacetan parah ke arah pusat kota dan terminal-terminal utama.
Petugas kepolisian dan Dinas Perhubungan yang dikerahkan sempat kesulitan membujuk para sopir untuk memindahkan kendaraan. Bahkan, beberapa kendaraan darurat dan ambulans harus mencari jalur alternatif karena akses utama terputus total.
Respons Pemerintah dan Opsi Mediasi
Pemerintah Provinsi Jawa Timur merespons cepat dengan mengirim perwakilan untuk berdialog dengan para demonstran. Dinas Perhubungan menyatakan bahwa aturan Zero ODOL tidak dapat ditunda secara permanen, namun pemerintah membuka ruang untuk pendekatan transisi yang lebih manusiawi.
“Kami memahami keresahan para sopir. Kami sedang menyusun skema insentif dan masa adaptasi agar semua pihak dapat mematuhi aturan tanpa kehilangan mata pencaharian,” ujar Kepala Dishub Jatim.
Kementerian Perhubungan sendiri tetap berpegang pada target Zero ODOL 100% secara nasional, namun mengakui perlunya sosialisasi dan dukungan bagi pelaku logistik.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Aksi blokade ini menjadi peringatan nyata bahwa kebijakan teknis seperti Zero ODOL harus dijalankan dengan empati sosial. Sopir truk, sebagai ujung tombak rantai distribusi barang, menghadapi tekanan ganda antara tuntutan regulasi dan kondisi ekonomi di lapangan.
Selain itu, terganggunya distribusi barang dan logistik akibat ketegangan ini juga berpotensi berdampak pada rantai pasok industri dan pasar.
Mencari Titik Temu
Kebijakan Zero ODOL memiliki niat baik: melindungi infrastruktur dan keselamatan publik. Namun, implementasinya perlu mempertimbangkan realitas di lapangan. Suara para sopir tidak boleh diabaikan, sebab mereka adalah bagian penting dari ekonomi nasional.
Kini, semua mata tertuju pada pemerintah—apakah mampu meredam gejolak ini dengan solusi konkret atau justru menambah panjang daftar protes kebijakan yang tak berpijak pada keadilan sosial?